Haru Biru Menjadi Santriwati Baru
"Mama Baba pulang ya?"
Aku tertegun mendengar kalimat tersebut. Hening, namun hatiku berkecamuk, jantungku berdebar kencang. Aku menjawab dengan garis bibir yang kupaksa melengkung. Faktanya, air mata tak dapat berbohong.
"Iya". Lagi, aku tak kuasa menahan tangis. Bangun pagi, Muhadatsah (Morning Conversation), Muhadhoroh (Public Speaking), Pramuka, antri dimanapun, semua itu sukses membuatku mati rasa. Rasanya ingin pulang saja.
Kutatap sekali lagi wajahnya, rambut yang kian memutih, dan raga yang tak sekuat dulu. 'Mereka sudah tua'. Mereka tersenyum sembari menyeka air mataku. "Jangan nangis, kita selalu komunikasi lewat Do'a ya, nak" pinta mereka sambil memelukku.
Teringat jelas bagaimana perjuangan mereka. Berlari untuk mengambil nomor pendaftaran, berdesak-desakan, mengantre dibawah terik matahari, tidur di emperan Masjid. Mereka yang selalu pergi kesana kemari untuk membeli barang kebutuhan, menyemangatiku belajar, mereka yang menunggu dengan cemas disisi gedung Kulliyatu-l-Banat saat ujian berlangsung.
Hingga tiba saatnya nomor pendaftaranku terpanggil, "3137". Air mata terlinang, pelukan hangat dari mereka yang diiringi Do'a dan derai air mata. Betapa bahagianya mereka, namun hanya itu yang aku berikan. Bukankah aku salah satu dari ribuan orang yang beruntung? Ada beberapa Wali Santri yang pingsan, sebagian tidak terima, ada pula yang bersemangat untuk kembali mencoba di tahun mendatang. Apakah semua itu sebanding dengan perjuanganku disini sekarang?
"Adanya kamu disini untuk umat nak. Keluarnya kamu dari sini juga untuk umat, untuk masa depan. Semua itu bukan semata-mata keinginan Mama Baba. Semua orangtua yang ingin memasukkan anaknya disini pasti ada alasannya, dan InsyaAllah semua alasan itu alasan baik", Hanya itu harapan mereka, tidak lebih.
Perlahan kuseka air mataku. Iya, aku tak boleh putus asa, tak boleh ragu. Aku harus berjuang, banyak orang yang mengharapkan keberhasilanku. Hatiku kembali menghangat, aku tak boleh mengecewakan mereka. Dalam diam, Do'a tulusku mengiringi mereka. Do'a pengiring rindu ketika hati rapuh, dan lampiran kata ketika raga tak mampu menyapa.
Mama, Baba, aku akan berjuang. Untuk kalian, dan semua orang yang mengharapkanku.
2020
Insya Allah. Allah memberkahi semua perjuanganmu
ReplyDeleteBismillah, lelahmu lillahi ta'ala. Insya Allah bisa meraih yg terbaik
ReplyDelete